JAKARTA, KOMPAS.com – Pemilik ide gila pengiriman peti mati sekaligus CEO Buzz & Co, Sumardy, tak pernah mengira sebelumnya aksi kreatifnya itu justru bisa mengantarnya berurusan dengan pihak kepolisian. Pada Selasa (7/6/2011) ini, Sumardy, resmi menjadi tersangka atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan.
"Saya tidak pernah menyangka sebelumnya bisa sampai seperti ini. Karena ide ini sebenarnya berhubungan dengan peluncuran buku. Tidak ada maksud apapun," ucap Sumardy, Selasa (7/6/2011), di Mapolsektro Tanah Abang, Jakarta.
Buku yang dimaksud berjudul "Rest In Peace Advertising: The Word of Mouth Advertising" itu memang rencananya mulai diluncurkan pada Senin (6/6/2011) lalu. Sumardy menuturkan bahwa peristiwa ini menjadi sebuah pembelajaran luar biasa baginya.
"Saya sesali bagi sebagian orang mengkhawtirkan dan kaget dan dianggap tidak patut dan tidak layak. Saya mohon maaf. Ini jadi pembelajaran luar biasa bagi saya," ungkap Sumardy.
Namun, ia melanjutkan bahwa dirinya tidak akan pernah berhenti meluncurkan bentuk-bentuk promosi yang kreatif. "Tidak akan mematikan kreatifitas. Tapi jadi pembelajaran yang pasti. Anak muda tetap harus keluarkan ide menarik tapi dengan kejadian ini ide itu supaya tidak melanggar norma," katanya.
Namun, ia melanjutkan bahwa dirinya tidak akan pernah berhenti meluncurkan bentuk-bentuk promosi yang kreatif. "Tidak akan mematikan kreatifitas. Tapi jadi pembelajaran yang pasti. Anak muda tetap harus keluarkan ide menarik tapi dengan kejadian ini ide itu supaya tidak melanggar norma," katanya.
Sebelumnya, Sumardy juga sempat menyatakan bahwa aksinya ini untuk menunjukkan kepada pelaku dunia periklanan dan marketing untuk bisa mengeluarkan kreativitas yang tidak membosankan. Oleh karena itu, sebanyak 100 peti mati direncanakannya untuk dibagikan kepada para praktisi periklanan, konsultan PR, pesohor dunia maya, dan media massa (Kompas Jakarta Post, RCTI, SCTV, ANTV, Detik.com, Kaskus, Okezone dll).
Lalu, apakah cara pengiriman peti mati untuk mempromosikan buku Sumardy bisa dibilang sukses? "Saya tidak tahu itu. Tidak etis kalau saya yang menilai, biarkan publik yang kasih penilaian," tandas Sumardy sembari meninggalkan Mapolsektro Tanah Abang sekitar pukul 16.00 WIB. Ia tidak ditahan meski menjadi tersangka karena tuntutan kurang dari 5 tahun atas perbuatan tidak menyenangkan dan hanya dikenai wajib lapor. http://arsipberita.com
Sumardy mengaku puluhan peti mati yang dikirimnya hanya untuk kepentingan pemasaran buku yang ditulisnya ‘Rest in Peace Advertising Killed by Word Mouth Agency’. Namun, hal itu disayangkan karena pengiriman peti mati tidak menginformasikan soal peluncuran buku.
“Kalau di dalam peti ada bukunya, mungkin cerita Sumardy akan beda,” kata Pakar dan peneliti politik LIPI, Dr Hermawan Sulistio saat dihubungi detikcom, Selasa (7/6/2011).
Dengan mengirimkan peti mati saja, tanpa disertai maksud dan tujuan, menurut Hermawan, Sumardy telah menyebar teror kepada alamat yang dituju. Sumardy kini tengah menjalani pemeriksaan oleh kepolisian atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan yang dilaporkan beberapa penerima.
Kiki, sapaan akrab Hermawan, setuju dengan proses hukum terhadap Sumardy. Sebab, jika tidak diproses hukum, ke depan orang lain bisa seenaknya mengirimkan benda-benda yang berbau teror kepada siapa pun.
“Nanti orang bisa kirim bangkai kucing, bangkai tikus ke tempat mana pun yang ia mau,” ujarnya.
Mengenai pasal perbuatan tidak menyenangkan yang dikenakan polisi kepada Sumardy, Kiki juga menilai hal itu terlalu dangkal. Di samping pasal itu juga tergolong ‘pasal karet’. “Ini teror, kalau disederhanakan akan memicu yang lain,” ujarnya.
"Apa pun kegiatanya kalau melibatkan masyarakat banyak harus memberitahukan dan izin kepada polisi," ujar Sujarno, Senin (6/6/2011), saat mendatangi kantor perusahaan komunikasi dan iklan itu di Senayan Trade Center (STC), Jakarta.
Kalau ada buku dalam peti mati, mungkin cerita Sumardy akan beda
“Kalau di dalam peti ada bukunya, mungkin cerita Sumardy akan beda,” kata Pakar dan peneliti politik LIPI, Dr Hermawan Sulistio saat dihubungi detikcom, Selasa (7/6/2011).
Dengan mengirimkan peti mati saja, tanpa disertai maksud dan tujuan, menurut Hermawan, Sumardy telah menyebar teror kepada alamat yang dituju. Sumardy kini tengah menjalani pemeriksaan oleh kepolisian atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan yang dilaporkan beberapa penerima.
Kiki, sapaan akrab Hermawan, setuju dengan proses hukum terhadap Sumardy. Sebab, jika tidak diproses hukum, ke depan orang lain bisa seenaknya mengirimkan benda-benda yang berbau teror kepada siapa pun.
“Nanti orang bisa kirim bangkai kucing, bangkai tikus ke tempat mana pun yang ia mau,” ujarnya.
Mengenai pasal perbuatan tidak menyenangkan yang dikenakan polisi kepada Sumardy, Kiki juga menilai hal itu terlalu dangkal. Di samping pasal itu juga tergolong ‘pasal karet’. “Ini teror, kalau disederhanakan akan memicu yang lain,” ujarnya.
Polisi: Tak Ada Izin Kirim Peti Mati
Kepala Biro Operasional Polda Metro Jaya Kombes Sujarno menyatakan, perusahaan komunikasi dan iklan Buzz & Co sama sekali tidak mengantongi izin polisi dalam mengirimkan puluhan peti mati. Seharusnya, perusahaan itu mengajukan izin karena sudah melibatkan kepentingan massa dalam jumlah banyak.
"Apa pun kegiatanya kalau melibatkan masyarakat banyak harus memberitahukan dan izin kepada polisi," ujar Sujarno, Senin (6/6/2011), saat mendatangi kantor perusahaan komunikasi dan iklan itu di Senayan Trade Center (STC), Jakarta.
Kirim Peti Mati, Seperti Kehabisan Akal
ahli marketing Rhenald Kasali menilai cara pemasaran ketuk-tular yang dilakukan Sumardy cenderung berdampak negatif. Menurut Rhenald, banyak cara pemasaran yang bisa dilakukan dengan cara yang lebih menyenangkan.
“Sepertinya kehabisan akal. Kalau membuat orang lain tidak senang, itu bukan marketing,” kata Rhenald saat berbincang dengan VIVAnews, Senin malam, 6 Juni 2011. “Karena marketing itu kan bagaimana membuat orang lain happy, sehingga dia akan merekomendasikan lagi ke orang lain,” lanjut Rhenald.
Cara pemasaran yang dilakukan dengan cara negatif pun membuat orang lain akan meragukan produk yang dipasarkan. “Apa produknya sedemikian buruk sehingga dipasarkan seperti itu?” tutur Rhenald.
Menurut Rhenald, wajar jika peti mati yang dikirim menimbulkan ketakutan bagi orang lain. “Peti mati jelas
Apalagi, Rhenald memaparkan, situasi di Indonesia masih dihantui sejumlah aksi teror. “Sejak ada teror bom buku, masyarakat kan jadi khawatir dengan paket mencurigakan,” ujar Rhenald. surprise yang tidak menyenangkan. Itu kan simbol ancaman, simbol kedukaan, simbol kesulitan,” jelas Rhenald yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.
“Sepertinya kehabisan akal. Kalau membuat orang lain tidak senang, itu bukan marketing,” kata Rhenald saat berbincang dengan VIVAnews, Senin malam, 6 Juni 2011. “Karena marketing itu kan bagaimana membuat orang lain happy, sehingga dia akan merekomendasikan lagi ke orang lain,” lanjut Rhenald.
Cara pemasaran yang dilakukan dengan cara negatif pun membuat orang lain akan meragukan produk yang dipasarkan. “Apa produknya sedemikian buruk sehingga dipasarkan seperti itu?” tutur Rhenald.
Menurut Rhenald, wajar jika peti mati yang dikirim menimbulkan ketakutan bagi orang lain. “Peti mati jelas
Apalagi, Rhenald memaparkan, situasi di Indonesia masih dihantui sejumlah aksi teror. “Sejak ada teror bom buku, masyarakat kan jadi khawatir dengan paket mencurigakan,” ujar Rhenald. surprise yang tidak menyenangkan. Itu kan simbol ancaman, simbol kedukaan, simbol kesulitan,” jelas Rhenald yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.
0 komentar:
Posting Komentar